Rabu, 13 April 2011

EPILEPSI

Epilepsi adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan cedera lahir, kecelakaan, infeksi otak, stroke, tumor, atau step berulang pada anak.

Menurut studi yang dipublikasikan secara online dalam Journal of Neurology Neurosurgery menemukan, epilepsi dapat menyebabkan adanya tumor stadium awal atau tumor yang belum terdeteksi pda scan otak.

Penelitian itu berdasarkan data yang ada di rumah sakit selama bertahun-tahun yang menunjukan adanya kematian pasien yang menderita tumor karena berawal dari epilepsi.

Selain itu, hasil analisis menunjukkan bahwa
orang yang punya riwayat masuk rumah sakit pertama yang pernah ada untuk kejang epilepsi hampir 20 kali lebih besar terkena tumor otak daripada orang dirawat di rumah sakit karena alasan lain.

Bahkan ketika para peneliti menemukan kemungkinan bahwa tumor otak menjadi penyebab utama mungkin epilepsi sudah terjawab. Karena dalam tahun pertama setelah masuk untuk epilepsi, risiko masih 7,5 sampai sembilan kali lebih tinggi untuk pasien dengan serangan epilepsi.

Penelitian ini juga menemukan bahwa orang dengan epilepsi lebih dari 25 kali lebih besar terkena tumor otak kanker dan lebih dari 10 kali mungkin untuk terkena tumor jinak dibandingkan pasien lain.

Risiko terbesar adalah pada pasien epilepsi berusia 15-44, yang 24-38 kali lebih besar terkena tumor otak daripada orang pada usia yang sama tanpa epilepsi.

Risiko tumor otak berlangsung selama beberapa tahun setelah dirawat di rumah sakit epilepsi terkait awal hingga lebih dari enam kali lipat lebih berisiko selama 14 tahun.

Para peneliti juga mencatat, tumor otak jarang terjadi, bahkan di antara mereka dengan epilepsi. Risiko keseluruhan tumor otak pada usia 15-44, misalnya, hanya sekitar 1-2 persen.

Kejang bisa diprediksi

Sementara itu, sebuah studi lainnya mengungkapkan aktivitas sel otak manusia sebelum dan ketika orang alami kejang. Temuan ini bisa bantu penderita epilepsi.

Sebelum seseorang mengalami kejang, sel otaknya ternyata menunjukkan aktivitas pada saraf yang berbeda-beda.
Fakta ini diperoleh para peneliti Massachusetts General Hospital (MGH) dan Brown University yang melakukan studi untuk memeriksa aktivitas ratusan sel otak manusia ketika sedang mengalami kejang.

"Hasil studi kami menunjukkan bahwa setiap kelompok saraf yang berbeda memainkan peran tersendiri dalam setiap tahapan kejang," kata Sydney Cash, MD, PhD, dari Departemen Neurologi MGH, selaku pimpinan studi tersebut.
Temuan ini bertolak belakang dengan pendapat para ahli terdahulu yang menyatakan, kejang ditandai dengan aktivitas saraf yang tersinkronisasi.

Kejang, terutama yang berhubungan dengan epilepsi, telah diketahui sejak zaman purba. Saat ini sekitar 50 juta orang menjadi penderita epilepsi. Namun pengetahuan tentang bagaimana kejang mulai, menyebar, dan berakhir masih belum banyak diperoleh.
Meski studi ini belum bisa memprediksi kapan kejang akan terjadi, namun sudah menunjukkan langkah maju untuk menangani epilepsi.

1 komentar:

yuriandah psik umj 2010 mengatakan...

Assalamualaikum...tante gimy qu syg..epilepsi hems bahasan yang menarik...kerusakan jaringan otak yg satu ini jgn perna diremehkan...yuk sayangi n jaga otak kita.
tante tulisan na menarik semua plus tampilan ny enak diliat sgt teratur..lanjutkan ya cntk...mg bermanfaat bgi para setiap pembacany.SEMANGAT tan:>